Telaga Remis
Hutan wisata Telaga Remis terletak di kaki gunung Ciremai tepatnya dikampung Kaduela Kecamatan Mandirancan Kabupaten Kuningan yang berdekatan dengan Mandala Dukuh Puntang Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon.
Hutan wisata Telaga Remis dari ibu Kota Kabupaten Kuningan berjarak kurang lebih 37 Km, dengan luas areal kurang Iebih 13 H. Sedangkan luas danaunya 3,25 H, yang dikelola oleh Perum Kehutanan Kabupaten Kuningan. Mempunyai arti riwayat sendiri yang cukup mengesankan, apabila kita selalu menyelusuri pada zaman peperangan kerajaan-kerajaan diabad 16.
Menurut alkisah dalam satori (60 tahun), adanya hutan Wisata Telaga Remis diperkirakan pada abad 18. Kesultanan Cirebon pindah kedaerah Argasunyah, yang ada didaerah Sindangkempeng dan ada juga yang kedaerah Cinara dan Desa Mantangaji, karena gelisah mendengar peperangan antara saudara yaitu di Banten dengan kekuasaan Sultan Agung / Sultan Haji melawan adiknya yang bemama Sultan Puragabaya.
Sultan Haji dibantu oleh VOC yang dipimpin ofeh Jendral Piatel Boat, sedangkan Piatel Boat meninggal karena penyakit diganti oleh Viter Yunghun.
Itulah yang menjadi kegelisahaan para Sultan di Cirebon. Sultan yang berkuasa di Cirebon pada waktu itu ialah Sultan Giri Laya yang menempati daerah Matangaji. Sultan tersebut mempunyal seorang anak yang cantik jelita seperti bidadari yang turun dari langit, bernama Ratna Pandan Kuning.
Ratna Pandan Kuning ialah satu-satunya putri dari Sultan Giri Laya banyak yang melamar, sehingga Sultan Giri Laya menjadi kebingungan, namun sebagai calon favoritnya ialah Elang
Drajat Putra dari Banjar Melati yang menjadi tameng pertamanya, saking bingungnya Sultan Giri Laya mengadakan sayembara percobaan perang yang dipimpin oleh Panglima Cirebon yaitu Pangeran Selingsingan. Siapapun yang bisa mengalahkan Elang Drajat, akan dijadikan menantu Sultan Giri Laya atau Dalem Cirebon.
Pada waktu Sultan Cirebon dan keluarganya berkedudukan di Matangaji, Hingga terkenal dengan sebutan Sutan Matangaji, Daerah kekuasaan Sultan Matangaji meliputi daerah Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Indramayu.
Sultan Matangaji setiap tahunnya membayar upeti kepada Sultan Mataram yang bernama Sultan Agung turunan dari Amangkurat II, keturunan dari mas Jolang yang berasal dari keturunan Sultan Sutawijaya atau Sultan Pajang pada waktu zaman Jaka Tingkir.
Pengikut sayembara sedang berkobar peperangan sampai di Pakemitan Gedong Silarandenog di Cirebon. Kemit atau juru kunci tersebut adalah Ki Gede Pakandangan yang namanya Wirasuta anak dari Wirapramoda, sedangkan Wirapramoda putra Wilalodra yang cukup dikenal dengan sebutan putra Kali Cimanuk. Pada waktu itu Wirasuta akan berangkat menuju Juru Kunci di Cirebon, untuk menggantikan putranya yang masih berusia 20 tahun bernama Elang Suta Jaya yang didampingi oleh para pawongan yaitu Ki Lurah Bango oleh ayahnya diberi wasiat sebuah keris pusaka yang bernama Keris Sekober. Kemudian Suta Wijaya berangkat menuju Cirebon didampingi pawongan Ki Lurah Bango,
Setelah sampai di Keraton Cirebon melihat keadaan rakyat sepi maka tidak diteruskan. Perjalanan dilanjutkan untuk membabat hutan belantara, hutan Ciliwung Ghoib. Ki Lurah Bango bicara dengan bahasa khas Cirebon "NEMBE WAE NGEBA NING ALAS IKI " (baru saja membabat hutan ini). Kemudian daerah tersebut diberi nama Desa Wanasaba Lor dan Wanasaba Kidul, tidak lama kemudian munculah seekor harimau besar, sehingga terjadilah perkelahian yang seru. Harimau itu mati ditusuk dengan keris Sekober dan bekas matinya harimau tersebut diberi nama daerah Sinembik.
Setelah hutan-hutan dibersihkan munculah Ratu Siluman Ratna Gendra Sari, lalu menjelma seorang wanita cantik. Alkisah terjadilah perkawinan antara Ratu Siluman Ratna Gendra Sari dengan Elang Sutajaya. Elang Sutajaya diberi aji-aji atau ilmu kekebalan bernama Upar, selanjutnya Elang Sutajaya terkenal dengan sebutan Sutajaya Upas. Hasiatnya ajian upar terserbut apabila Elang Sutajaya mengeluarkan keringat maka keringatnya itu akan menjadi racun. Siapa saja yang terkena oleh keringat Elang Sutajaya akan menjadi korban kematian.
Dalam perjalanan Elang Sutajaya bertemu dengan Rajo Majo yang lengkap dengan prajuritnya. Rajo Majo bermaksud akan memeriksa Elang Sutajaya tetapi terdapat kesalah pahaman, maka terjadilah pertempuran. Elang Sutajaya banyak mengeluarkan keringatnya, sehingga tak ayal lagi para prajurit Raja Majo menjadi korban yang akhirnya Rajo Majo menyerah kalah.
Elang Sutajaya melanjutkan perjalanan untuk menemui Sultan Matangaji yang sedang bermusyawarah dengan putrinya, setelah Elang Sutajaya berada di Matangaji bertemu dengan Putri Matangaji yaitu Putri Ratna Pandan Kuning, Putri Matangaji tersebut tertarik oleh ketampanan dan kesopanan Elang Sutajaya.
Setelah bercakap-cakap dengan Sultan Matangaji, Elang Sutajaya mengemukakan maksudnya untuk bertugas kemit atau juru kunci di Gedong Silaradenok yang dibawa oleh Pangeran Selingsingan, sepeniggalnya Elang Sutajaya putri Matangaji menangis dan menjerit-jerit tiada hentinya. Sultan Matangaji mengerti akan maksud putrinya ialah mencintai Eiang Sutajaya.
Setelah sembahyang Maghrib Elang Sutajaya masuk Gedong Silaradenok dari sore sampai pagi sambil bersemedi. Tengah malam munculah seekor War besar yang akan menelan Elang Sutajaya. Tetapi Elang Sutajaya ingat bahwa membawa keris Sekober, lalu ular itu ditusuknya dengan keris tersebut namun terjadilah suatu keajaiban ular tersebut menjelma menjadi keris yang namanya Keris Naga Runcing.
Paginya Pangeran Selingsingan datang sambil membawa katil / keranda untuk mengangkut mayat Elang Sutajaya yang semula mau dibunuh melalui ular besar tadi. Tetapi Pangeran selingsingan menjadi kaget karena Elang Suyajaya masih hidup. Elang Sutajaya menceritakan kejadian malam tersebut kepada pangeran Selingsingan. Pangeran Selingsingan selanjutnya memeriksa keris naga runcing yang ternyaa diujungnya patah bberapa senti, selanjutnya semua keris itu dibawa ke Matangaji.
Setelah Elang Sutajaya datang kembali ke Matangaji Putri Ratna Pandan kuning sngat bergembira dan berterusterang kepada ayahnya agar menyetujui kawin dengan Elang Sutajaya. Sultan Matangaji tidak keberatan dengan syarat Elang Sutajaya bisa mengalahkan prajurit-prajurit Banjar Melati yang dipimpin oleh Elang Drajat. Spontan saja Elang Sutajaya menyanggupinya hingga terjadilah pertarungan antara Elang Sutajaya dengab prajurit-prajurit banjar Melati. Masyarakat Cirebon dilarang untuk melihat pertarungan ini. Tempat pertarungan / perang tersbut terkenal dengan sebutan daerah larangan, yang sekarang menjadi desa larangan.
Secepat kilat anak buah Banjar Melati disupatahi oleh Elang Sutajaya, sehingga ratusan prajurit banjar melati menjadi tumbuh-tumbuhan. Sampai dengan sekarang masih dapat dibuktikan pinggiran sungai kali Drajat suka dipergunakan Ngirab pada tiap-tiap bulan sapar hari Rebo wekasan, bagi orang-orang yang percaya akan barokahnya. Maksud Nirab tersebut untuk membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan dirinya.
Sultan Matangaji karena mempunyai menantu yang gagah sakti bermaksud membatalkan upetinya ke kerajaan Mataram, sedangkan Pangeran Purbaya bermaksud untuk menagih upeti ke cirebon. Di kaki gunung slamet bertemu dengan rombongan pangeran selingsingan. Terjadilah peperangan yang seru dan memekan waktu yang cukup banyak. Dalam perperangan itu pangeran Purbaya menggunakan keris si Mongklang sedangkan pangeran Selingsingan menggunakan keris si Bujul. Pngeran Selingsingan terdesak dan ia bersembunyi di desa Kdedung Eneng disebelah Selatan Losari.
Peperangan sampai di desa Pabedilan, selanjutnya pangeran Selingsingan mundur ke Barat sampai ke desa kanci kecamatan Astana Japura Cirebon. Pangeran purabaya naik ke atas pohon waru untuk mencari persembunyian Pangeran Selingsingan akhirnya tempat ini dinamakan Waru Duwur/kanci. Perang tersebut mundur sampai ke Geraksan dan Pangeran Selingsingan jatuh dipinggir sungai masuk lumpur. Daerah tersebut terkenal dengan nama Cibelok.
Keadaan Pangeran Selingsingan makin terdesak ke Barat dan disuatu tempat pangeran Selingsingan mengalami kelaparan (kempong) dan muncullah Desa Pongpongan. Perang berkecamuk sampai ke daerah bobos darn pangeran selingsingan membuta gua untuk bersembunyi, tetapi pangeran Purabaya tahu akan siasat dari pangeran Selingsingan maka tanah disekitar itu diinjak-injak sampai mengeluarkan bunyi seperti lubang di dalamnya.
Peperangan tiada hentinya, maka Sultan Matangaji memanggil mantunya Sutajaya Upas untuk membantu perang menumpas Pangeran purabaya. Dalam tugasnya Elang Sutajaya menuju jurusan timur lewat daerah kanci. Di desa ini elang Sutajaya bertemu dengan para penjual sorabi dan membelinya. Serabi tersebut dimakan setengahnya oleh elang Sutajaya dan Nyai Mas Martapada. Karena kesaktiannya Nyi Mas Martapada hamil dan melhirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Elang Raja Muhammad. Setelah dewasa ditempatkan menjadi lurah Luwung mundu. Keahliannya menjadi pandai besi untuk membuat keris/Gaman berhasiat.
Dalam perjalanannya Elang sutajaya mencari jejak Pangeran selingsingan menuju Karangsuwung, waled, pabuaran, tersana, babakan, gebang Udik, gebang Ilir, dan Luragung. Di Gebang Ilir Elang Sutajaya dikenal dengan sebutan Sultan Gebang dan di desa tersebut Elang Sutajaya mempunyai keturunan yang bernama Jumud Titik Sutajaya.
Elang Sutajaya dalam mencari jejak Pangeran selingsingan sampai dei desa dukuh Puntang kecamatan Sumber. Diketahui peperangan sedang berjalan sengit dan seru antara Pangeran Purabaya dan Pageran Selingsingan. Pangeran selingsingan mundur terus ke Desa Cikalahang, desa mandala sampai ke Desa Kaduela Kecamatan Mandirancan Kabupaten Kuningan. Saking sedihnya Pangeran Selangsingan menangis karena perperangan tiada akhirnya. Air matanya jatuh ke tanah hingga terjadilah kolam Nilam yang letaknya disebelah Telaga Remis.
Akhirnay Elang Sutajaya ketemu dengan Pangeran Purabaya lalu ditusuknya denga keris, hingga badannya menjadi dua. Pengeran purabaya berkata “ya elang Sutajaya tolonglah aku diberi pengampunan, jangan bunuh aku karena aku adalah manusia biasa yang beragama islam” elang Sutajaya menjawabnya “kamu bukan manusia yang baik, beberapa tahun kamu berperang dengan pangeran Selingsingan sedangkan kamu manusia yang mengerti sebagai mahluk sosial yang harus hormat menghormati, tolong menolong dan bantu membantu. Itulah arti hidup manusia, bukan untuk saling membunuh.
Elang Sutajaya meneruskan petuahnya bahwa sebagai umat Islam wajib hukumnya mendirikan shalat. Kemudian Elang sutajaya mengamanatkan sebagai umat islam kita wajib memelihara kitab-kita yang diturunkan Allah SWT, sebanyak 104 kitab, dimana kitab yang terakhir adalah kitab suci Al Quran yang diturunkan malaikat Jibril melalui Nabi Muhammad SAW.
Tahukah kamu pangeran purabaya, pada perjuangan Rasululah selama 22 tahun 2 bulan 22 hari dengan penuh kesbaran tawakal, bahkan selalu berdoa agar umat manusia tidak saling bermusuhan. Alangkah baiknya menempuh jalan damai agar hidup sejahtera. Sebagai orang eragama tidak boleh membuat kekacauan dan kejahatan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
Setelah selesai mendengarkan petuah Elang Sutajaya Pangeran Selingsingan menangis tidak ada henti-hentinya dari air matanya hingga menjelmalah menjadi kolam Telaga Remis. Begitupun Pangeran Purabaya menangis dan akhirnya Pangeran Purabaya berubah wujud menjadi seekor Bulus atau kura-kura. Bulus tersebut diberi nama Si Mendung Purbaya. Bentuk bulus atau kura-kura itu mempunyai bentuk lain dari yang lain. Yaitu bentuk kepalanya botak ada petong-petong semacam ciri-ciri Bulus Siluman. Begitulah sekilas alkisah dari obyek wisata Hutan Wisata Talaga Remis. Hingga sekarang antara Pangeran selingsingan dengan Pangeran Purbaya tidak boleh dipisahkan. Hanya sekarang kolam sebelah timurnya sudah menjadi tanah dan hutan-hutan pinus.
Sumber : http://www.disparbud.jabarprov.go.id
Labels:
Jawa Barat,
Kuningan,
Tempat Wisata